![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9zsidAkOe8Ot5d6-5xy1UpOeE_AlGZqTnZ9xKywTyrBQovQPZIJTx0nOucABlsDmkD68jBXHIynonhLD-mVhGMlMwsujkW_HHi7s8CxruwEg87YXqiFWDKF1gJH1glzt7kbk-2KfCmA/s400/h.jpg)
Demikian juga kita akan diseleksi oleh Yang Maha Menyeleksi apakah nanti kita ini layak berpulang keharibaan-Nya. Hidup tidak hanya soal kaya atau miskin saja. Si miskin harus berjuang agar dia tetap tabah, sabar dan tawakkal dalam menghadapi kemiskinannya. Si Kaya harus tetap berjuang mempertahankan kekayaan dan terus berjuang untuk menggunakan kekayaannya sebagaimana mestinya. Eksistensi perjuangan berujung kepada kesuksesan seseorang. Sukses tidaklah identik dengan kaya harta dan materi. Kaya harta dan materi hanya di dunia, itupun harus mati-matian memperjuangkan sampai ajal menjemput. Bahkan kita tak sempat menikmati kekayaan yang kita miliki.
Bagi yang lemah harus berjuang agar tetap bertahan dan berusaha untuk menjadi kuat. Bagi yang kuat harus berjuang mempertahankan pencapaiannya dan berjuang agar tidak dzalim. Kesenangan dan kesusahan hanyalah ujian yang layak untuk diperjuangkan. Kaya Miskin adalah ujian yang pantas untuk diperjuangkan. Menurut Gus Miek, nasib manusia itu dibagi menjadi tiga yakni; pertama, bahagia dunia dan di akhirat, kedua, bahagia disalah satunya, dan yang ketiga, hancur keduanya. Tentu saja ukuran sukses adalah bisa berbahagia di dunia ini dan berbahagia di akhirat. Namun bagi yang berbahagia di akhirat saja adalah kesuksesan yang ternda atau menunda kesenangan atau kesuksesan di dunia. Namun sungguh malang bagi yang bernasib hanya di dunia ini sukses dan malang lagi jika hancur keduanya. Dunia sudah susah di akhirat juga susah.
Golongan yang perlu kita cermati adalah yang hanya bahagia di dunia saja. Apa jadinya jika mengira di dunia hidup sukses ternyata akhiratnya sangat merugi bahkan celaka. Apa jadinya jika tidak menyadari seolah-olah sukses tapi tidak ada nilai di hadapan-Nya . Celakalah kita yang merasa di dunia ini selamat dan sukses namun ternyata masuk dunia akhirat ternyata tergolong orang yang celaka. Maka disinilah letak perjuangan sebenarnya. Berjuang untuk menghitung diri sebelum nanti kita dihisab. Berjuang untuk selalu koreksi diri jangan sampai kita kepedean menjadi manusia yang mulia. Berjuang untuk selalu merasa butuh pertolongan dari Allah karena hanya denga rahmat dan kasih-Nya kita bisa tertolong. Berjuang untuk selalu menyandarkan apa saja kepeda-Nya. Merasa menjadi manusia lemah tak berdaya dan tidak memiliki apapun. Berjuang untuk merasa bahwa semua ini adalah miliknya. Kelak kepada-Nya-lah semua akan kembali.
Ingat, ketika terluka oleh orang-orang yang sedarah, ingatlah Nabi Yusuf sebagai orang yang dikhianati oleh saudara-saudaranya sendiri. Ketika ternyata menemukan orang tua menentang kita, ingatlah Nabi Ibrahim ketika ayahnya sendiri membawanya pada api. Ketika terjebak oleh masalah di mana sepertinya tidak ada jalan keluar, ingatlah Nabi Yunus ketika terjebak di dalam perut ikan paus. Ketika seseorang memfitnah kitas, ingatlah Aisyah yang difitnah oleh seluruh kota ketika itu. Jika sakit dan menangis karena rasa sakit, ingatlah Nabi Ayub. Apakah sakit itu melebihi sakitnya sang Nabi? Ketika kesepian, ingatlah Nabi Adam yang diciptakan sendirian. Bila kita tidak dapat melihat logika di sekitar, ingatlah Nabi Nuh yang membangun sebuah bahtera tanpa mempertanyakan untuk apa. Jika diejek oleh saudara sendiri, keluarga, teman-teman dan dunia pada umumnya, maka ingatlah pada yang tercinta Nabi Muhammad SAW. Allah SWT sudah mengutus para nabi itu kepada kita agar kita bisa bertahan dalam kesabaran. Hidup adalah perjuangan tanpa batas. Hanya kematian yang membatasi perjuangan seseorang. Selama hayat masih dikandung badan perjuangan akan tetap kita lanjutkan.
Perjuangan sebenarnya adalah melawan diri sendiri atau ego. Berjuang melawan hawa nafsu adalah perjuangan yang sangat berat. Sebab kita dikaruniakan beberapa nafsu. Keinginan adalah sumber penderitaan. Kita akan selalu resah gelisah dan susah jika mneghadapi keinginan yang salah yang bersumber dari nafsu. Nafsu amarah, lawaamah, mutmainnah dan sufiyah. Bahkan berbuat kebaikan dengan ambisi pun belum tentu menjadi kebaikan. begitu rumit perjuangan manusia untuk lebih mengenal dirinya. Sungguh, siapa yang mengenal dirinya ia akan mengenal Tuhannya. Seorang Jalaluddin Rumi berkata, Pernah aku memiliki ribuan keinginan, tetapi ketika aku terjerat oleh keinginan untuk mengenal-Mu, semua keinginan lainnya pun memudar. itu. wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar