Senin, 06 Februari 2017

Hidup Tak Segratis Itu Kawan

Hidup tak segratis itu kawan. Benarkah hidup tak segratis itu kawan? Sekali lagi, hidup tak segratis itu kawan. Hidup itu anugerah. Anugerah bukan berarti gratis. Nafas yang kita bebas hirup seumur hidup, tidak gratis. Keindahan dunia yang kita akses melalui mata, tidak gratis. Suara yang kita dengar melalui telinga, tidak gratis. Sinar Matahari yang kita terima, tidak gratis. Kaki yang digunakan untuk berjalan, tidak gratis. Tangan yang digunakan untuk memegang tidak gratis.

Jika kita di berikan sakit baru tahu rasanya mahalnya mata. Baru tahu rasanya mahalnya hidung. Baru tahu rasanya mahalnya kaki. Baru tahu rasanya mahalnya anggota tubuh kita. jika kehausan baru tahu rasanya mahalnya air. Jika lapar baru tahu rasanya mahalnya makanan. itupun masih semu. Mahal karena bayar dengan uangpun  itu baru secara materi saja. Bukan berarti yang tidak bayar pakai uang itu gratis.

Segala hal di dunia ini ada tanggung jawabnya. Tentu saja tanggung jawab kepada Pencipta dunia ini. Mata untuk apa. Udara yang kita hirup untuk apa. kaki tangan untuk apa. nikmat hidup ini untuk apa. Kelak akan di tagih penggunannya. Kita akan berniaga dengan-Nya. Jangan khawatir, jika kita berniaga dengan-Nya kita tak akan rugi. Segala kenikmatan yang kita terima akan di tanya untuk apa. Maka kita ini hanyalah hamba. Seorang yang harus tunduk taat dan patuh kepada perintah-Nya. Jika kita tidak pandai mengabdi kepada-Nya maka kelak kita akan di denda. Jika kita pandai mengabdi maka sebagai Pencipta tentu akan memaafkannya. Permbuatan baik dan amal sholih adalah bayaran dari apa yang kita terima. Jika tidak, awas setelah kematian adalah kehidupan yang sangat panjang tiada batasnya. Kita masih di tuntut pebayarannya. Bukan berarti yang tidak membayar dengan uang itu adalah gratis.

Apa lantas kita semaunya menjalani hidup yang hanya 7 hari ini? Apa lantas kita semaunya menjalani hidup yang hanya 24 jam ini? Apa lantas kita semaunya menjalani hidup yang hanya 1 menit ini? 1 menit ke depan kita tidak tahu nasib kita. Tak ada jaminan apapun jika satu menit kedepan masih bisa menggunakan semua fasilitas ini. Bolehlah berbuat sesukanya, tapi ingat semua akan mati. Setiap kematian adalah jarak terdekat untuk membayar mahal atas kelalaian penggunaan fasilitas di dunia ini.


Kata Taufiq Ismail dari Krishye "Akan datang hari. Mulut dikunci. Kata tak ada lagi.Akan tiba masa. Tak ada suara. Dari mulut kita. Berkata tangan kita.Tentang apa yang dilakukannya. Berkata kaki kita. Kemana saja dia melangkahnya.Tidak tahu kita. Bila harinyaTanggung jawab tiba. Rabbana,tangan kami, kaki kami, mulut kami, mata hati kami, luruskanlah, kukuhkanlah. Di jalan cahaya sempurna. Mohon karunia kepada kami hamba-Mu yang hina."

Memilih jalan sufi merupakan jalan untuk menggunakan fasiitas dengan sebaik-baiknya kepada Sang Pemberi fasilitas. Apakah disebut gratis jika  besok kita ditagih? Sufi adalah jalan. Suluk dan salik dan Thoriqoh. Sufi adalah jalan pengabdian. Sufi adalah jalan mengenal-Nya dengan lebih dekat. Sufi adalah jalan cinta menuju kepada-Nya. Sufi adalah keniscayaan.

Javanica menuliskan, dalam beberapa ajaran Sufi, Al-Quran dianggap sebagai representasi alam semesta. Sementara, intisari Al-Quran ada pada Surah Al-Fatihah. Intisari Surah Al-Fatihah ada pada Lafal Basmalah. Intisari Lafal Basmalah ada pada Huruf Ba. Intisari Huruf Ba ada pada Titik Ba. Titik Ba adalah perlambang Keilahian. Suwung. Suwung hamengku ana (Suwung yang memangku keberadaan).


Pada Huruf Ba, lengkung serupa perahu di bagian atas adalah perlambang keberadaan yang dipangku oleh titik di bawahnya. Bahwa keberadaan itu dipangku oleh Suwung, oleh Keilahian. Titik Ba adalah awal sekaligus akhir dari segala keberadaan (sangkan paraning dumadi). Dari Titik Ba segala keberadaan tergelar, kepada Titik Ba segala keberadaan tergulung. Gumelar dan gumulung. Manusia sejati adalah ia yang terus menyadari awal gumelar sekaligus akhir gumulungnya.

Sufi adalah pencarian jati diri seorang manusia yang jenuh dengan kehidupannya. Ia ingin mencari makna hidupnya, mencari kedamaian, mencari Titik Ba ke mana-mana, sementara ia sangat dekat dengan dirinya sendiri, di dalam dirinya sendiri. Barang siapa mengenal dirinya maka sungguh dia akan mengenal Rabb-nya. Wallahu a'lam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar