Tafsir Al Furqan Ayat
63-77
Ayat 63-77: Seorang muslim hendaknya menyifati dirinya
dengan sifat hamba-hamba Allah yang mendapatkan kemuliaan dengan beribadah
kepada-Nya dan agar ia mendapatkan pahala yang besar di akhirat.
وَعِبَادُ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ
الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (٦٣) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا
وَقِيَامًا (٦٤) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ
عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (٦٥) إِنَّهَا
سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (٦٦) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ
يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (٦٧) وَالَّذِينَ لا
يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
(٦٨) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
(٦٩) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ
اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٧٠) وَمَنْ تَابَ
وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (٧١) وَالَّذِينَ لا
يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
(٧٢) وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا
صُمًّا وَعُمْيَانًا (٧٣) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا (٧٤) أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا
تَحِيَّةً وَسَلامًا (٧٥) خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (٧٦) قُلْ
مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلا دُعَاؤُكُمْ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ
لِزَامًا (٧٧
Terjemah Surat Al Furqan Ayat 63-77
63. [1]Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pengasih[2] itu adalah orang-orang yang berjalan
di bumi dengan rendah hati[3] dan apabila orang-orang bodoh menyapa
mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam[4],”
64. dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam
untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri[5].
65. Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami,
jauhkanlah azab Jahanam dari kami[6], karena sesungguhnya azabnya itu
membuat kebinasaan yang kekal,”
66. sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap
dan tempat kediaman[7].
67. Dan (termasuk hamba-hamba Allah Yang Maha
Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta)[8], mereka tidak berlebihan[9], dan tidak (pula) kikir[10], di antara keduanya secara wajar[11],
68. [12]dan orang-orang yang tidak
mempersekutukan Allah dengan sembahan lain[13] dan tidak membunuh orang yang
diharamkan Allah[14] kecuali dengan (alasan) yang benar[15], dan tidak berzina[16]; dan barang siapa melakukan
demikian itu[17], niscaya dia mendapat hukuman yang
berat,
69. (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada
hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina[18],
70. [19]kecuali orang-orang yang bertobat[20] dan beriman[21] dan mengerjakan amal saleh[22], maka kejahatan mereka diganti
Allah dengan kebaikan[23]. Allah Maha Pengampun[24] lagi Maha Penyayang[25].
71. Dan barang siapa bertobat dan mengerjakan amal
saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang
sebenar-benarnya[26].
72. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian
palsu[27], dan apabila mereka bertemu[28] dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah[29], mereka berlalu dengan menjaga
kehormatan dirinya[30],
73. dan orang-orang yang apabila diberi peringatan
dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang
tuli dan buta[31],
74. dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami pasangan kami[32] dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami)[33], dan jadikanlah kami pemimpin[34] bagi orang-orang yang bertakwa[35].”
75. Mereka itu akan diberi balasan yang tinggi (dalam
surga)[36] atas kesabaran mereka[37], dan di sana mereka akan disambut
dengan penghormatan dan salam[38],
76. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik
tempat menetap dan tempat kediaman.
77. [39]Katakanlah (Muhammad, kepada
orang-orang musyrik), "Tuhanku tidak akan mengindahkan kamu, kalau tidak
karena doamu[40]. (Tetapi bagaimana Dia mengindahkan
kamu), padahal sungguh, kamu telah mendustakan (Rasul dan Al Qur’an)? Karena
itu, kelak (azab) pasti (menimpamu)[41].”
[1] Selanjutnya Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan banyaknya kebaikan-Nya, nikmat-Nya kepada
hamba-hamba-Nya serta taufiq-Nya kepada mereka untuk beramal saleh sehingga
mereka berusaha mencapai tempat-tempat tinggi di kamar-kamar surga.
[2] Ubudiyyah
(penghambaan) terbagi menjadi dua:
- Ubudiyyah kepada rububiyyah Allah, maka dalam hal
ini semua manusia ikut di dalamnya, baik yang muslim maupun yang kafir, yang
baik maupun yang jahat, semuanya adalah hamba Allah yang diatur-Nya. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Tidak ada seorang pun di langit dan di
bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.”
(Terj. Maryam: 93)
- Ubudiyyah kepada uluhiyyah Allah, yaitu ibadah yang
dilakukan para nabi dan para wali-Nya, dan penghambaan kepada uluhiyyah inilah
yang dimaksud dalam ayat di atas. Oleh karena itulah, Allah hubungkan kata
‘ibaad” (hamba-hamba) kepada Ar Rahman sebagai isyarat bagi mereka, bahwa
mereka memperoleh keadaan ini disebabkan rahmat-Nya.
Dalam ayat ini dan selanjutnya, Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menyebutkan sifat-sifat mereka yang merupakan sifat yang sangat utama.
[3] Dia bertawadhu’
(berendah diri) kepada Allah dan berendah hati kepada makhluk-Nya. Ayat ini
menerangkan sifat mereka, yaitu sopan, tenang, dan bertawadhu’.
[4] Yakni ucapan yang
bersih dari dosa. Mereka memaafkan orang yang bodoh dan tidak mengucapkan
kecuali yang baik. Mereka santun dan tidak membalas keburukan dengan keburukan,
tetapi membalasnya dengan kebaikan.
[5] Maksudnya
orang-orang yang shalat tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah.
[6] Yakni hindarkanlah
dari kami; jagalah kami dari sebab-sebab yang memasukkan kami ke dalamnya, dan
ampunilah perbuatan kami yang mendatangkan azab.
[7] Ucapan ini mereka
ucapkan karena tadharru’ (merendahkan diri) kepada Tuhan mereka, menjelaskan
butuhnya mereka kepada Allah, dan bahwa mereka tidak sanggup memikul azab Allah
serta agar mereka dapat mengingat nikmat-Nya.
[8] Baik nafkah wajib
maupun sunat.
[9] Sampai melewati
batas sehingga jatuh ke dalam pemborosan dan meremehkan hak yang wajib.
[10]
Sehingga jatih ke dalam kebakhilan dan kekikiran.
[11]
Mereka mengeluarkan dalam hal yang wajib, seperti zakat, kaffarat dan nafkah
yang wajib dan dalam hal yang patut dikeluarkan namun tidak sampai menimbulkan
madharrat baik bagi diri maupun orang lain. Ayat ini terdapat dalil yang
memerintahkan untuk hidup hemat.
[12]
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Mas’ud ia
berkata, “Aku bertanya - atau Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya-
, “Dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab, “Yaitu kamu
adakan tandingan bagi Allah, padahal Dia menciptakanmu.” Aku bertanya,
“Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena takut jika ia
makan bersamamu.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Engkau
menzinahi istri tetanggamu.” Ibnu Mas’ud berkata, “Lalu turun ayat ini
membenarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “dan orang-orang
yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang
yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina;”
Imam Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya yang
sampai kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa orang-orang yang
sebelumnya musyrik pernah melakukan banyak pembunuhan dan melakukan banyak
perzinaan, lalu mereka mendatangi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
dan berkata, “Sesungguhnya apa yang engkau ucapkan dan engkau serukan sungguh
bagus. Sudikah kiranya engkau memberitahukan kepada kami penebus amal kami?”
Maka turunlah ayat, “dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan
sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina;” dan turun pula ayat, “Katakanlah,
"Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Terj. Az Zumar: 53)
Syaikh Muqbil berkata, “Tidak menutup kemungkinan ayat
tersebut turun berkenaan dua sebab tersebut secara bersamaan.”
[13] Bahkan
hanya beribadah kepada-Nya dengan ikhlas.
[14]
Yaitu jiwa seorang muslim dan orang kafir yang mengikat perjanjian.
[15]
Seperti membunuh seorang karena membunuh orang lain, membunuh pezina yang
muhshan dan membunuh orang kafir yang halal dibunuh (seperti kafir harbi).
[16]
Mereka menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri-istri mereka dan hamba
sahaya mereka.
[17]
Yakni salah satu di antara ketiga perbuatan buruk itu.
[18]
Ancaman kekal di neraka tertuju kepada mereka yang melakukan ketiga perbuatan
itu (syirk, membunuh dan berzina) atau orang yang melakukan perbuatan syirk.
Demikian pula azab yang pedih tertuju kepada orang yang melakukan salah satu
dari perbuatan itu karena keadaannya yang berupa syirk atau termasuk dosa besar
yang paling besar. Adapun pembunuh dan pezina, maka ia tidak kekal di neraka,
karena telah ada dalil-dalil baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah yang
menunjukkan bahwa semua kaum mukmin akan dikeluarkan dari neraka dan orang
mukmin tidak kekal di neraka meskipun melakukan dosa besar. Ketiga dosa yang
disebutkan dalam ayat di atas adalah dosa besar yang paling besar, karena dalam
syirk merusak agama, membunuh merusak badan dan zina merusak kehormatan.
[19]
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Sa’id bin Jubair,
ia berkata, “Abdurrahman bin Abzaa memerintahkan aku dengan mengatakan,
“Bertanyalah kepada Ibnu Abbas tentang kedua ayat ini, apa perkara kedua (orang
yang disebut dalam ayat tersebut)?” Yaitu ayat, “Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar…dst.” (Terj. Al Israa’: 33) dan ayat, “Dan barang siapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja ...dst.” (Terj. An Nisaa’: 93) Maka
aku bertanya kepada Ibnu Abbas, ia menjawab, “Ketika turun ayat yang ada dalam
surah Al Furqan, orang-orang musyrik Mekah berkata, “Kami telah membunuh jiwa
yang diharamkan Allah dan kami telah menyembah selain Allah serta mengerjakan
perbuatan-perbuatan keji.” Maka Allah menurunkan ayat, “kecuali orang-orang
yang bertobat…dst.” Adapun yang disebutkan dalam surah An Nisaa’ itu adalah
seorang yang sudah mengenal Islam dan syariatnya, lalu ia melakukan pembunuhan,
maka balasannya adalah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya.” Kemudian aku
menyebutkanya kepada Mujahid, ia berkata, “Kecuali orang yang menyesali
(perbuatannya).”
[20]
Dari dosa-dosa tersebut dan lainnya, yaitu dengan berhenti melakukannya pada
saat itu juga, menyesali perbuatan itu dan berniat keras untuk tidak mengulangi
lagi.
[21]
Kepada Allah dengan iman yang sahih yang menghendaki untuk meninggalkan maksiat
dan mengerjakan ketaatan.
[22]
Yakni amal yang diperintahkan syari’ (Allah dan Rasul-Nya) dengan ikhlas karena
Allah.
[23]
Dalam hal ini ada dua pendapat: Pendapat pertama, perbuatan mereka yang
buruk diganti dengan perbuatan yang baik. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma
berkata, “Mereka adalah kaum mukmin, di mana sebelum beriman, mereka berada di
atas kejahatan, lalu Allah menjadikan mereka benci kepada kejahatan, maka Allah
alihkan mereka kepada kebaikan, sehingga Allah merubah kejahatan mereka dengan
kebaikan. Sa’id bin Jubair berkata, “Allah merubah penyembahan mereka kepada
berhala menjadi menyembah kepada Ar Rahman, yang sebelumnya memerangi kaum
muslimin menjadi memerangi orang-orang musyrik dan Allah merubah mereka yang
sebelumnya menikahi wanita musyrikah menjadi menikahi wanita mukminah.” Al
Hasan Al Basri berkata, “Allah merubah mereka yang sebelumnya amal buruk
menjadi amal saleh, yang sebelumnya syirk menjadi ikhlas dan yang sebelumnya
berbuat zina menjadi menikah, dan yang sebelumnya kafir menjadi muslim.” Pendapat
kedua, keburukan yang telah berlalu itu berubah karena tobat nashuha,
kembali kepada Allah dan ketaatan menjadi kebaikan.
[24]
Bagi orang yang bertobat.
[25]
Kepada hamba-hamba-Nya, di mana Dia mengajak mereka bertobat setelah mereka
menghadapkan kepada-Nya dosa-dosa besar, lalu Dia memberi mereka taufik untuk
bertobat dan menerima tobat itu.
[26]
Hendaknya dia mengetahui, bahwa tobatnya telah sempurna, karena ia telah
kembali ke jalan yang menghubungkan kepada Allah, di mana jalan itu merupakan
jalan kebahagiaan dan keberuntungan. Oleh karena itu, hendaknya ia ikhlas dalam
tobat dan membersihkannya dari campuran maksud yang tidak baik. Kesimpulan ayat
ini adalah dorongan untuk menyempurnakan tobat, melakukannya dengan cara yang
paling utama dan agung agar Allah menyempurnakan pahalanya sesuai tingkat
kesempurnaan tobatnya.
[27]
Ada pula yang menafsirkan dengan tidak menghadiri Az Zuur, yakni ucapan dan
perbuatan yang haram. Oleh karena itu, mereka menjauhi semua majlis yang di
dalamnya penuh dengan ucapan dan perbuatan yang haram, seperti mengolok-olok
ayat-ayat Allah, perdebatan yang batil, ghibah (gosip), namimah (mengadu
domba), mencaci-maki, qadzaf (menuduh zina), nyanyian yang haram, meminum khamr
(arak), menghamparkan sutera, memajang gambar-gambar, dsb. Jika mereka tidak
menghadiri Az Zuur, maka tentu mereka tidak mengucapkan dan melakukannya.Termasuk
ucapan Az Zuur adalah persaksian palsu.
[28]
Yakni tanpa ada maksud untuk menemuinya, akan tetapi bertemu secara tiba-tiba.
[29]
Yakni tidak ada kebaikan atau faedahnya baik bagi agama maupun dunia seperti
obrolan orang-orang bodoh.
[30]
Mereka bersihkan diri mereka dari ikut masuk ke dalamnya meskipun tidak ada
dosa di sana, namun hal itu mengurangi kehormatannya.
[31]
Mereka tidak menghadapinya dengan berpaling; tuli dari mendengarnya serta
memalingkan pandangan dan perhatian darinya sebagaimana yang dilakukan orang
yang tidak beriman dan tidak membenarkan, akan tetapi keadaan mereka ketika
mendengarnya adalah sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya orang
yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila
diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan
memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.”(Terj. As Sajdah:
15) Mereka menghadapinya dengan sikap menerima, butuh dan tunduk. Telinga
mereka mendengarkan dan hati mereka siap menampung sehingga bertambahlah
keimanan mereka dan semakin sempurna keimanannya serta timbul rasa semangat dan
senang.
[32]
Termasuk pula kawan-kawan kami.
[33] Yakni
dengan melihat mereka taat kepada-Mu.
Apabila kita memperhatikan keadaan dan sifat-sifat
mereka (hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih), maka dapat kita ketahui, bahwa
hati mereka tidak senang kecuali ketika melihat pasangan dan anak-anak mereka
taat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Doa mereka agar pasangan dan anak-anak
mereka menjadi saleh sesungguhnya mendoakan untuk kebaikan mereka, karena
manfaatnya kembalinya kepada mereka, bahkan kembalinya untuk manfaat kaum
muslimin secara umum, karena dengan salehnya orang-orang yang disebutkan maka
akan menjadi sebab salehnya orang yang bergaul dengan mereka dan dapat
memperoleh manfaat darinya.
[34]
Yakni pemimpin dalam kebaikan.
[35]
Maksudnya, sampaikanlah kami ke derajat yang tinggi ini; derajat para shiddiqin
dan insan kamil dari kalangan hamba Allah yang saleh, yaitu derajat imam
(pemimpin) dalam agama dan menjadi panutan bagi orang-orang yang bertakwa, baik
dalam perkataan maupun perbuatan mereka, di mana orang-orang yang baik berjalan
di belakang mereka. Mereka memberi petunjuk lagi mendapat petunjuk. Sudah
menjadi maklum, bahwa berdoa agar mencapai sesuatu berarti berdoa meminta agar
diadakan sesuatu yang dapat meyempurnakannya, dan derajat imamah fiddin
tidak akan sempurna kecuali dengan sabar dan yakin sebagaimana disebutkan dalam
surah As Sajdah: 24. Doa agar dijadikan pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa
adalah doa yang menghendaki amal, bersabar di atas perintah Allah, bersabar
menjauhi larangan Allah dan bersabar terhadap taqdir-Nya yang pedih. Demikian
juga dibutuhkan ilmu yang sempurna yang dapat menyampaikan seseorang kepada
derajat yakin. Dengan sabar dan yakin itulah mereka dapat berada pada derajat
yang sangat tinggi setelah para nabi dan rasul. Oleh karena cita-cita mereka
begitu tinggi dan tidak sekedar cita-cita, bahkan mereka melakukan
sebab-sebabnya sambil berdoa kepada Allah, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala
membalas mereka dengan kedudukan yang tinggi (ghurfah) di akhirat.
[36]
Yakni kedudukan yang tinggi dan tempat-tempat yang indah; yang menghimpun semua
yang disenangi dan sejuk dipandang oleh mata.
[37] Di
atas ketaatan kepada Allah.
[38]
Dari Tuhan mereka, dari para malaikat dan dari sesama mereka. Dalam ayat lain,
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “(Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk
ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya
dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari
semua pintu;---(sambil mengucapkan), "Salamun 'alaikum bima
shabartum" (salam atasmu karena kesabaranmu). Maka alangkah baiknya tempat
kesudahan itu.” (Terj. Ar Ra’d: 23-24)
Wal hasil, Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menyifati mereka dengan sikap sopan, tenang, tawadhu’ kepada Allah dan
kepada hamba-hamba-Nya, adabnya baik, santun (tidak lekas marah), berakhlak
mulia, memaafkan orang-orang yang jahil (bodoh), dan berpaling dari mereka,
membalas perbuatan buruk mereka dengan perbuatan baik, melakukan qiyamullail,
ikhlas dalam melakukannya, takut kepada neraka, bertadharru’ (merendahkan diri
sambil berdoa) kepada Allah agar Dia menyelamatkan mereka darinya, mengeluarkan
nafkah yang wajib dan yang sunat, berhemat dalam hal tersebut, selamat dari
dosa-dosa besar, ikhlas dalam beribadah, tidak menzalimi darah dan kehormatan
orang lain, segera bertobat jika terjadi sikap itu, tidak menghadiri majlis
yang munkar dan kefasikan apalagi sampai melakukan, menjauhkan dirinya dari hal
yang tidak berguna yang menunjukkan muru’ah (kesopanan) dan sempurnanya pribadi
mereka, diri mereka jauh dari ucapan dan perbuatan yang hina, menyikapi
ayat-ayat Allah dengan tunduk dan menerima, memahami maknanya dan mengamalkan
serta berusaha mewujudkan hukum-hukumnya dan bahwa mereka berdoa dengan doa
yang yang paling sempurna, di mana mereka mendapatkan manfaat darinya, demikian
pula orang yang bersama mereka, dan kaum muslimin pun mendapatkan manfaat darinya,
yaitu doa untuk kesalehan istri dan keturunan mereka, di mana termasuk ke
dalamnya adalah berusaha mengajarkan agama kepada mereka dan menasehati mereka,
karena orang yang berusaha terhadap sesuatu dan berdoa kepada Allah tentu
mengerjakan sebab-sebabnya, dan bahwa mereka berdoa kepada Allah agar mencapai
derajat yang tinggi yang mereka mampu, yaitu derajat imamah fiddin (pemimpin
dalam agama atau shiddiiqiyyah). Allah mempunyai nikmat yang besar kepada
hamba-hamba-Nya, Dia menerangkan sifat-sifat mereka, perbuatan mereka dan
cita-cita mereka serta menerangkan pahala yang akan diberikan-Nya kepada mereka
agar hamba-hamba-Nya ingin memiliki sifat tersebut, mengerahkan kemampuannya
untuk itu, dan agar mereka meminta kepada Allah yang mengaruniakan nikmat
tersebut, di mana karunia-Nya ada di setiap waktu dan tempat, Dia menunjuki
mereka sebagaimana Dia telah memberi hidayah, serta mendidiknya dengan
pendidikan khusus sebagaimana Dia telah mengurus mereka.
Ya Allah, untuk-Mulah segala puji, kepada-Mu kami
mengadu dan kepada Engkaulah kami meminta pertolongan dan bantuan. Tidak ada
daya dan upaya melainkan dengan pertolongan-Mu. Kami tidak kuasa memberi
manfaat bagi diri kami, demikian pula menimpakan madharrat, dan kami tidak
sanggup melakukan satu kebaikan pun jika Engkau tidak memudahkannya, karena
sesungguhnya kami adalah lemah dari berbagai sisi. Kami bersaksi, jika Engkau
menyerahkan kami kepada diri kami meskipun sekejap mata, maka sesungguhnya
Engkau telah menyerahkan kami kepada kelemahan, kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, kami tidak percaya selain kepada rahmat-Mu yang dengannya Engkau
telah menciptakan kami dan memberi kami rezeki serta mengaruniakan kepada kami
berbagai nikmat dan menghindarkan bencana dari kami. Rahmatilah kami dengan rahmat
yang mencukupkan kami dari rahmat selain-Mu, sehingga tidak akan kecewa orang
yang meminta dan berharap kepada-Mu.
[39]
Oleh karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menyandarkan sebagian
hamba-hamba-Nya kepada rahmat-Nya dan mengkhususkan mereka dengan ibadah karena
kemuliaan mereka, mungkin seseorang akan berkata, “Mengapa yang lain tidak
dimasukkan pula dalam ubudiyyah seperti mereka?” Maka di ayat ini Allah
Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan, bahwa Dia tidak peduli dengan selain
mereka, dan bahwa seandainya tidak karena doa mereka kepada-Nya, baik doa
ibadah maupun doa masalah, maka Dia tidak peduli dan tidak mencintai mereka.
[40]
Yakni kepada-Nya di saat sulit, lalu Dia mengabulkannya.
[41]
Maksudnya, azab di akhirat akan menimpamu setelah sebagiannya menimpamu di
dunia (oleh karena itu, 70 orang di antara mereka terbunuh dalam perang Badar),
dan Dia akan memberikan keputusan antara kamu dengan hamba-hamba-Nya yang
mukmin. Selesai tafsir surah Al Furqan dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya,
dan segala puji bagi Allah di awal dan akhirnya.
- See more at:
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-furqan-ayat-63-77.html#sthash.Ehpfou3r.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar