Adalah seorang petani gurem. Petani tetapi tak punya lahan sendiri. Apa lacur kehidupan ini begitu sulit. Jangankan untuk lebih bertahan di posisi nol pun sulit. Usia 54 tahun adalah usia yang tidak lagi muda. Sejak kecil selalu tertanam kerja keras dan rajin bekerja agar mendapatkan penghasilayan yang layak. Asumsinya dengan kerja keras kebutuhan tercukupi. Alih-alih tercukupi hutangpun menumpuk disana-sini. Sampai-sampai orang tak mau lagi menghutangi karena tidak percaya lagi bisa mengembalikan dengan baik dan tepat waktu.
Musim tanam kali ini mencoba untuk memulai menggarab lahan paling dulu dibanding sekitarnya supaya segera cepat selesai dan berganti menanam dilahan lain milik perhutani. Meskipun menggarap sawah milik orang lain dengan cara "maro" namun selalu sungguh-sungguh dalam bekerja. Alhasil, bisa menanam terlebih dahulu dibanding lahan sekitar. Siang malam mengerjakan lahan sendirian dan akhirnya tanaman siap. Mulai dari semai, membajak dan menanam padi alias tandur.
Sudah dipupuk ternyata masih saja tanaman belum ada kemajuan karena sundep. Keong datang menyerang. Semprot pestisida dan pupuk lagi. Padi mulai bergerak. Walang sangit datang berbondong-bondong. Semprot obat pestisida kembali. Padi pun mulai nampak berbuah. Tikus datang menyerang. Bagaimana pun manusia akan kewalahan menghadapi tikus. Dengan cara apa mengusir tikus? bisakah? Bisanya cuma pasrah. Setelah padi rusak oleh tikus dari bawah, dari atas datang burung pipit. Semula hanya satu dua namun apa boleh dikata besoknya mereka membawa ribuan jamaah menyerang buah padi. Padi tinggal satu dua bulir yang tersisa tinggal memanen, wereng datang menyerang, merubung batang padi dalam hitungan hari padi yang semula hijau berubah menjadi terbakar dan kering.
Nasib si petani begitu malang, modal hutangan kemarin belum lunas sekarang tidak bisa panen. Kejadian ini tidak hanya satu dua kali dan hampir menjadi kebiasaan. Bagaimana mereka akan mengembalikan hutangnya dan mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Anak tiga sekolah semua. Nasib selalu tak memihak pada si petani yang miskin. Kadang hidup serasa tak adil, mereka bersusah payang banting tulang siang malam endingnya hanya menambah hutang. Tidak gantung diri sudah beruntung mereka.
Kehidupan begitu pahitnya, seolah tak henti-hentinya kemiskinan dan kefakiran menghantu. Mungkin takdir yang membuat mereka miskin selamanya. Antara perencanaan dan hasil tidak sedikitpun nyantol, ada faktor X yang membuat mereka gagal. Kegagalannya bukan berasal dari usahanya bekerja melainkan faktor lain diluar dirinya. Apa maksud Tuhan menghukum mereka dengan kemiskinan dan kegagalan yang terus-menerus? Entahlah, sekali lagi mereka harus meneguk pahitnya nasib hidup sebagai petani gurem yang miskin.
Banting setir, mencoba beternak. Dengan perencananaan dyang baik Dengan berbekal pengalaman bertahun-tahun dan managemen yang bagus mencoba peruntungan beternak. Modal sudah dicairkan dari bank, namun ada saja kendalanya. Tiba-tiba tangan terkena gergaji mesin sampai akhirnya sebulan tidak bisa bekerja. Selama sebulan modal ternak digunakan untuk pengobatan dan mencukupi kebutuhan rumah tangga. Lagi-lagi kegagalan bukan karena mereka tak berusaha. Nasib buruk menimpa sekali lagi. Hutang bertambah dan semakin memperparah kemiskinan. Bukan karen tidak mau bekerja, namun takdir memaksa untuk tetap dalam kondisi yang lebih miskin.
Kemudain mencoba menanam cabe. Kono harga cabe sangat tinggi. Mungkin saja bisa memperbaiki nasib. Namun apa boleh buat, bisa panen cabe namun harga sangat murah. Kemudian ketika harga bagus cabe kena patek dan penyakitan akhirnya endingnya sama. Menamnah hutang, menggali lubang kemiskinan yang lebih dalam. Menanam semangka pun tak kalah buruknya dengan nasib menanam padi, kacang, cabe dan tanaman pertanian lainnya. nihil dan buruk nasib petani.
Takdir memaksa petani untuk gagl dan gagal dan gagal lagi. Kapan petani mendapat pertolongan, jika ujian lah seumur hidup mengalami nasib buruk, jika adzab mereka yang tak tahu dosa korupsi dan mendzolimi justru hidup dalam kedaan yang lebih parah. Jika ini Takdir, mengapa takdir petani begitu pahit dan sangat pahit? entahlah ...
Sekarang ini yang mapan adalah mereka yang pegawai negeri. Tiap bulan pasti gajian. Apalagi sekarang banyak yang mendapat tunjangan sertifikasi. Tiap minggu piknik dan makan-makan. Tipa hari mengunggah kebahagiaan di medsos. mereka tidak tahu bahwa saudara-saudara mereka petani dipelosok, petani yang gurem mengalami nasib yang mengenaskan. SUngguh timpang dunia ini. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin dalam kemiskinannya. Satu sisi mandi uang, satu sisi tak bisa makan. Satu sisi bertahan mempertahankan kebaikan dan doa, satu sisi berbuat sesuka hati tanpa berpikir larangan dan dosa. Entahlah, dunia tempat yang timpang dan penuh dengan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar